Seperti
malam-malam yang telah lalu, sendiri sepi selalu menemani ragaku. Hanya air
mata yang menetes dipipi yang bisa mengungkapkan perasaanku. “praaaannngg ...
!!” suara gelas pecah yang terdengar dari luar kamarku. Sepertinya orang tuaku
bertengkar lagi. Bertengkar seperti sudah menjadi kebiasaan wajib bagi orang
tuaku. Setiap hari tiada henti-henti nya bertengkar. Aku takut aku tak tau
harus bagaimana, mau melerai tapi tak mungkin. Papa pasti akan lebih marah. Aku
memilih untuk diam. Sebenarnya sudah tak tahan dengan situasi ini.
Pagi pun
tiba, seperti biasa aku sudah siap berangkat ke sekolah. Terlihat meja makan
yang kosong. Yang biasanya aku gunakan bersama mama dan papa sarapan sebelum
beraktifitas. Tapi akhir-akhir ini seperti tidak ada komunikasi di antara kita.
Rumah terasa sangat sepi, yang ada hanya Mbok Jum yang sedang membersihkan
pecahan-pecahan gelas sisa pertengkaran kemarin. “Mbok, mama sama papa kemana?”
“Sudah berangkat ke kantor pagi-pagi tadi non.” Jawabnya lirih. Aku heran tidak
biasanya mama dan papa berangkat sepagi ini. Ahh yasudah lah mungkin ada
kepentingan di kantor. Setelah meneguk satu gelas susu, mobil antar jemputku
sudah datang. Aku berpamitan pada Mbok Jum.
Setibanya di
sekolah aku hanya diam saja dan lebih memilih menyendiri. Tiba-tiba ada seorang
temanku yang menghampiriku. “hey, kamu knapa? Dari tadi aku perhatikan kamu
diam saja” tanya Lina. “ gak apa-apa cuma lagi gak enak badan aja Lin” jawabku
dengan senyuman kecil. “tapi beneran gak apa-apa kan, kalau ada masalah cerita
sama aku ya. Aku selalu ada buat kamu kawan” jelas Lina. Lina adalah salah satu
teman terbaikku. Dia yang selalu mengerti dengan keadaan kluargaku. Aku sudah
sering bercerita kepadanya tentang kluargaku. Tak heran lagi kalau dia begitu
baik kepadaku.
Bel tanda istirahat berbunyi, aku dan teman
temanku berbincang bincang di depan kelas. Temanku Dinda menceritakan liburan
keluarganya minggu lalu di pulau Bali, terlihat begitu bahagia dari raut
wajahnya begitu akrab bersama keluarga. Dia melihatkan foto fotonya kepadaku
dan teman teman lainnya. Iri sekali rasanya. Semua teman temanku yang ada di
situ juga menceritakan keluarganya, hanya aku saja yang tidak. Seperti
terpojokkan oleh keadaan. Aku hanya bisa tersenyum pada saat itu, berusaha
tegar. Sebenarnya dalam hatiku menangis menerima keadaan ini.
Pada saat
bel masuk, tiba tiba kepalaku terasa pusing sekali. Aku tak kuat menopang
tubuhku dan seketika itu juga aku sudah tak sadarkan diri. Perlahan lahan aku
mulai sadar,terlihat beberapa temanku ada di sekelilingku. Mereka terlihat
sangat khawatir terhadapku. “akhirnya kamu sadar juga Dha.” Suara Ria yang
samar samar terdengar olehku. “aku ada di mana Ri?” “kamu ada di UKS sekarang,
kamu tadi pingsan” jawab Adi yang ternyata juga ada disitu. “aku tadi sudah
telfon orang tuamu untuk jemput kamu Dha” jelas Lina. “Terima kasih ya, tapi
kayaknya gak mungkin mereka jemput aku. Mereka pasti sibuk dengan pekerjaan
mereka” ja wabku. Memang benar ternyata yang menjemputku adalah orang suruhan
orang tuaku. Begitu terpukulnya aku, mereka masih saja tidak perduli kepadaku
walaupun keadaanku saat ini sedang sakit. Aku menangis melihat kenyataan ini.
Setelah beberapa hari, saat aku sedang bersiap siap untuk berangkat sekolah,
tiba tiba kepalaku pusing lagi. Aku mengatakannya kepada mama. Mama menyuruhku
untuk istirahat dirumah saja. Dan aku menurutinya.
Terlihat
mama sedang menelpon seseorang, sepertinya dia ijin hari ini tidak bisa bekerja
karena ingin merawatku. Aku senang sekali mendengar hal ini. Ternyata mama
masih meperdulikan aku. Dan siang itu aku dan mama pergi kerumah sakit.
Terlihat lumayan banyak pasien yang sedang menunggu giliran, sehingga membuat
aku dan mama mengantri dahulu. Setelah beberapa lama akhirnya giliran aku dan
mama masuk ke ruangan dokter. Setelah di periksa akhirnya dokter memberitahukan
saat ini aku sedang sakit apa. Aku begitu kaget saat dokter mengatakan aku ini
mengidap penyakit kanker otak. Seketika mama memelukku erat erat dan menangis.
Aku berusaha tegar agar mama bisa menerima kenyataan ini.
Berbulan
bulan berjalan. Aku sengaja menyembunyikan hal ini dari teman temanku. Sampai
sekarang belum ada yang mengetahui penyakitku ini. Tahun ke 3 penyakitku ini,
kondisi tubuhku semakin melemah, segala cara agar aku bisa sembuh sudah aku
lakukan. Tapi apa daya sang Kuasa sudah menakdirkanku seperti ini. Beberapa
bulan terakhir aku sudah tidak masuk sekolah lagi. Aku harus dirawat dirumah
sakit. Teman temanku mulai mencariku. Mulai dari sms ke hpku, menelfonku,
hingga datang kerumahku. Suatu hari, tiba-tiba mereka datang kerumah sakit, aku
begitu terkejut melihat mereka. Dari mana mereka tahu kalau aku ada di sini.
“kenapa kamu gak cerita sama aku Dha?” suara Lina sambil menangis. “maaf teman,
aku gak mau kalian khawatir sama aku, aku gak apa-apa. Jangan menangis”
jawabku. Mereka memelukku dengan hangat. Ingin menangis rasanya aku. Begitu
besar persahabatan ini, rasanya tak ingin berpisah dari mereka.Setiap hari
mereka mengunjungiku bergantian, aku merasa terhibur dengan kedatangan mereka.
Tahun ke 4,
aku merasa sudah saatnya aku pergi. Sebelum kepergianku aku menulis sebuah
surat untuk orang-orang yang aku sayang. “ saat-saat indah di dunia bersama
kalian, orang-orang yang aku sayang”
0 komentar:
Posting Komentar