Belakangan banyak
televisi menyiarkan banyak sinetron, ada yang mengambil cerita secara wajar,
ada pula cerita yang kurang masuk akal. Ada cerita gembel naik daun yang di
perankan oleh aktor ganteng Syahrul Gunawan, ada pula cerita keremunggah bale,
dan lain-lainnya. Memang, itu semua hanya pepesan kosong, tapi setidaknya ada
bagian-bagian tertentu yang bisa dijadikan pegangan atau kontrol diri.
Dari berbagai
cerita diatas, setidaknya ada juga sebuah cerita yang mirip/tidak jauh berbeda
dalam apa yang pernah saya alami dalam berumah tangga, yakni ‘’ kere munggah
bale’’. 21 tahun silam saya menikah dengan seorang gadis asal jawa barat. Dia
dari keluarga PNS, juga keluarga agamais menurut saya. Waktu itu usaha saya
baru saja berdiri, dengan penghasilan pas-pasan hingga tiga tahun berlalu.
Setelah krismon
melanda, dan tidak sedikit perusahaan yang gulung tikar, justru sebaliknya
terjadi eskalasi omset yang yang luar biasa di perusahaan kami. Biasanya saya
untung 2-3 juta/bulan, menjadi 30-50 juta/bulan. Sungguh peningkatan yang
sangat membanggakan dalam usaha sekelas yang saya kelola. Benar kata orang
bijak, harta bisa membuat bahagia, tapi juga bisa menjadi sumber bencana.
Melihat perkembangan usaha yang begitu meyakinkan, membuat istri saya dan
keluarganya menjadi bingung. Duit kok begitu banyak, gimana cara ngabisin?.
Maklum OKB (orang kaya baru), hingga berbagai barang pun dibelinya, dari
perabot rumah, perhiasan, pakaian yang harganya mahal-mahal, hingga mobil tidak
ada yang lewat.
Beberapa tahun
kemudian, saya mengajak keluarga pergi haji, harapan saya di tanah suci nanti
bisa mawas diri dan bertaubat. Tapi apa? , ternyata hasilnya tambah parah, dan
itu semua di luar perkiraan saya. Kebetulan kami satu kloter dengan kebanyakan
dari keluarga pejabat dan pengusaha kaya. Sesampainya di tanah suci, yang lain
sibuk dengan ibadahnya, istri saya justru sibuk dengan shoppingnya yang tidak
mau kalah dengan istri-istri pejabat dan pengusaha kaya. Yang lebih memilukan
lagi, saat puncak ibadah haji, yaitu wukuf/merenung di padangarafah, yang lainnya
berdo’a hingga nangis-nangis, istri saya justru berantem dengan ibunya sejak
awal hingga wukuf usai.
Sepulang dari
haji, sombongnya terhadap tetangga kanan kiri semakin menjadi- jadi, celakanya
lagi ayah dan ibunya yang telah menyandang haji justru banyak meninggalkan
sholat 5 waktu ‘’naudzubillah’’. Ini semua, kata orang jawa ‘’kere munggah
bale, ora kuat drajat’’. Melihat suatu yan tidak lazim seperti itu, saya curhat
pada beberapa kyai, minta petunjuk way out nya gimana. Semua memberi
jawaban yang sama kalau memang sudah tidak bisa di perbaiki, dan kembali
kejalan Allah yang benar, satu-satunya jalan saya harus bercerai dengan istri
saya.
Setelah semua
nasehat itu saya sampaikan, istri saya sangat marah. Apapun alasannya, istri
saya tidak mau di ceraikan. Akhirnya saya bangkrut, sampai harta saya habis
semua. Setelah harta saya tidak ada lagi yang tersisa akhirnya kami bercerai
secara resmi. Alhamdulillah, kini titik terang mulai nampak, ada beberapa orang
ingin membuka usaha baru, dan saya di tawari jabatan direktur atau manager.
Ternyata banyak orang tahu track record saya selama ini. Untuk itulah sekarang
saya mencari istri yang punya back ground usaha di bidang industri,
perdagangan, trading dan jasa. Suku bebas, yang utama WNI china, dari keluarga
kaya/mapan. Saya bukan lelaki matre yang Cuma perlu hartanya saja, tapi saya
betul-betul trauma. Jangan sampai dapat istri ‘’ kere munggah bale’’ lagi.
0 komentar:
Posting Komentar