Recent Coment

Berlangganan

Diberdayakan oleh Blogger.

Affiliates

RSS

Cintaku tak kunjung tiba


Pada beberapa tahun silam, sepulang dari kantor ketika saya berjalan menuju halaman tidak kurang dari 200 m. Terpaksa saya numpang berteduh di pos satpam. Saat hujan masih belum reda sebuah jeep berhenti tepat di depan pos, jeep ini sering saya lihat parkir di lantai dasar tempat parkir mobil direksi hingga kepala staf. Dari dalam mobil seorang lelaki membuka pintu mobil dan mempersilahkan saya naik. ‘’hujan sangat lebat, air sudah mulai menggenang di parkiran.’’ Ucapnya memberi penjelasan. Setelah saya naik, mobil terus menerobos guyuran air hujan, sementara saya masih bingung grogi harus berbuat apa. ‘’mungkin anda belum kenal saya, tapi saya sudah tau siapa anda,’’ kata lelaki itu sembari menjulurkan tangan dan menyebutkan nama.
Mobil terus berjalan dan hujan sudah mulai reda, di sepanjang perjalanan kami berdua terlibat ngobrol ringan, tanpa saya sadari mobil telah memasuki jalan kampung, dan ‘’rumah anda nomor berapa?’’ tanya sang pengemudi. Astaga dari mana dia tau saya tinggal di kampung ini, dan kenapa saya tidak sadar mobil telah memasuki jalan kampung saya. Setelah saya sadar bahwa mobil telah sampai di kampung saya, saya baru menunjuk sebuah rumah dan turun dari mobil, saya persilahkan sang pengemudi untuk mampir tapi dia menolak dengan alasan sudah larut malam.
‘’ lain kali saja,’’ katanya. Sebelum pergi ia memberi sebuah kartu nama Yang tercantum sebuah nama dengan posisi sebagai General Manager (GM) perusahaan, yang berkantor satu gedung tempat saya bekerja. Sejak itu tiap pagi (sebut saja ‘’Ang’’) menjemput saya untuk berangkat ngantor bersama dan sore hari saya selalu di antar pulang, dari kebiasaan lama-kelamaan ada juga desiran rasa suka yang tertanam dan akhirnya tumbuh menjadi cinta.
Singkat cerita kami langsung pacaran, tidak lagi hanya sekedar berteman yang satu perjalanan, kami sering temuan di luar jam kerja, tiap hari jalan bareng. Ang bagaikan supir pribadi yang selalu siap antar jemput saya di kantor sekaligus pengawal kemana saya mau pergi. Ang orangnya cerdas, enak di ajak ngomong, juga tegas dalam bersikap. Setelah hubungan kami berjalan sekian waktu, Ang belum pernah mengajak saya ke rumahnya untuk silaturahmi atau di perkenalkan dengan keluarga. Saya merasa tidak enak pada Ang. Kirain saya hanya mementingkan diri sendiri, Ang sudah antar jemput saya setiap hari sedangkan saya tidak pernah datang ke rumahnya.
Setelah semua perasaan yang membuat saya tidak enak saya utarakan, ‘’itu semua bukan salah anda, kita tidak punya waktu yang cukup untuk itu’’ katanya. ‘’ sudahlah jangan hakimi diri sendiri.’’ tutur bijaknya. Saya memaklumi ia memang orang sibuk. Selain dari itu setelah sekian lama kami berpacaran saya merasa tidak enak juga sama orang tua, apalagi kalau orang tua menanyakan kapan sang pacar akan melamar saya?, saya jadi bingung.
Hal itu saya sampaikan pada Ang, ternyata ia memakluminya, dan hal itu akan segera di bicarakan dengan keluarga. Kalau tidak ada halangan dalam waktu dekat dia akan segera melamar saya sehingga saya berbunga-bunga waktu itu. Tapi sayang, kegembiraan berubah menjadi kekecewaan yang sangat mendalam bahkan tidak terlupakan entah sampai saat ini. Sudah hampir 2 minggu kami tidak bertemu juga tidak pernah menjemput saya lagi. Saya selidiki mobilnya juga tidak ada di parkiran, HP nya juga tidak aktif, saya khawatir dan was-was akan terjadi apa-apa pada dirinya.
Hingga suatu sore selepas maghrib sebuah mobil berhenti di depan rumah, Yang jelas itu bukan mobil si Ang yang biasanya. Turun seorang gadis belia kemudian seorang perempuan tengah baya, siapa gerangan? Setelah yang berada di balik kemudi turun saya baru yakin itu Ang. Setelah semua keluarga masuk ke rumah, Ang memperkenalkan keluarganya satu persatu dari ibu hingga adik gadisnya. Sampai pada pokok persoalan atas kedatangan keluarganya, Ang kelihatan sangat tegang, dengan suara berat Ang mengatakan bahwa ia baru saja kena PHK dari tempatnya bekerja.
Dengan demikian keluarga Ang minta maaf karena rencana melamar saya di tunda, kalau dari keluarga terutama saya tidak sabar menunggu, dinyatakan bebas menentukan pilihan. Meski saya dan keluarga sudah menyatakan akan menerima apa adanya kalaupun Ang sedang menganggur, tapi Ang tidak siap menjalani hidup seperti itu, Ang tidak mau menjadi beban keluarga. Walau demikian kami masih terus bertemu, 2 bulan, 3 bulan kontak makin jarang. 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun telah berlalu hingga kini tidak ada kabar sedikit pun. Ang sudah bekerja tau belum saya tidak tahu, mungkin Ang sudah melupakan saya, saya juga tidak tahu.
Kini saya sudah sadar bahwa usia saya sudah memasuki kepala 3 tentu bukan remaja lagi. Saya sudah mungkin menunggu sesuatu yang belum pasti. Dibilang kecewa, saya sangat kecewa namun, saya tidak mau memaksakan kehendak atas orang lain. Saya tau segala sesuatu yang di paksakan akan timbul masalah yang tidak mengenakkan bahkan akan mengusik ketenangan di kemudian hari.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar