Tersebutlah seorang raja bernama Prabu Giling wesi yang memerintah kerajaan
Medangkamulan di pegunungan Tengger, yang sedang resah karena Raden Ayu Tunjung
Sekar, putrinya yang cantik jelita, tidak mau bersuami, walaupun banyak pangeran
yang telah melamarnya.
Pada suatu malam sang putri bermimpi melihat bulan yang mendekat dan masuk
ke dalam tubuhnya. Beberapa lama setelah mimpi itu sang Putri hamil. Prabu
Gilingwesi merasa terpukul dan malu mendapati putrinya hamil tanpa suami, lalu
dia memerintahkan Patih Pranggulang membawa putri ke hutan untuk dibunuh di
sana.
Tapi ketika sang patih beberapa kali mengayunkan pedang ke tubuh putri
selalu gagal, Patih menyimpulkan bahwa sang Putri tidak bersalah. Kemudian
Patih menyuruh Putri naik rakit untuk menyebrangi laut, sedangkan Patih
berjanji tidak akan kembali ke kraton dan akan bertapa di hutan dengan
mengganti nama menjadi Ki Poleng.
Rakit membawa Tunjung Sekar ke arah utara dan bergerak dipermainkan ombak.
Pada suatu bulan purnama dia melahirkan seorang bayi laki-laki, karena
dilahirkan di tengah laut maka diberi nama Raden Sagara. Menurut bahasa Madura,
Sagara berarti laut. Ketika sampai di darat keajaiban terjadi Raden Sagara
meloncat dan berlari-lari seperti anak berumur 2 tahun.
Mereka menemukan sarang lebah di sebuah tanah lapang dan mereka menikmati
madunya. Karena mereka menemukan madu di tanah lapang yang luas, tempat itu
diberi nama Madura yang beasal dari kata maddu e ra-ra,
artinya, madu di tanah dataran. Setelah dewasa, Raden Sagara naik takhta sebagai
raja yang memerintah Pulau Madura.
0 komentar:
Posting Komentar